I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M. Hum, lahir di Geria Tengah, Desa Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung,
Selain berasal dari keluarga pedalangan, ia juga menggali ilmu di :
- ASTI Denpasar untuk menyelesaikan Sarjana Muda (BA) tahun 1986 dengan skripsi “Kekayon Wayang Kulit Parwa di Desa Sukawati Gianyar”
- Gelar Sarjana Seni Pedalangan (SSP) diperoleh di STSI (sekarang ISI Denpasar) tahun 1989 dengan skripsi “Pakeliran Wayang Berkembang, Anugerah”, duet bersama I Ketut Kodi, SSP
- Pada bulan September 1994, mengikuti Program Pasca Sarjana (S2) Kajian Seni Pertunjukkan, jurusan Ilmu-ilmu Humaniora di UGM Yogyakarta, dan diselesaikan tahun 1997 dengan gelar Magister Humaniora (M. Hum), tesis yang diangkat adalah “Wayang Sapuh Leger, Fungsi dan Maknanya dalam Masyarakat Bali”
Sebagai akademisi di almamaternya, yaitu ISI Denpasar Fakultas Seni Pertunjukkan Jurusan Pedalangan, ia menduduki jabatan Pambantu Dekan I. Berbagai jurnal ilmiah tentang wayang dan pedalangan telah ia tulis yang dapat diperoleh di Perpustakaan Fakultas dan ISI Denpasar.
Sebagai seniman, berkesempatan pula mengikuti misi kesenian ke Jepang (1990, 1993, 1995), Kapal Pesiar Jepang “Asuka” (1992), Taiwan (1998), dan Switzerland (2001). Pernah mendalang di luar Bali yaitu di Yogyakarta, Lampung, Sumbawa, dan Surakarta.
(dikutip dari buku Wayang Sapuh Leger) karya I Dewa Ketut Wicaksana
Perkenalan saya dengannya adalah bermula ketertarikan terhadap pewayangan Bali yang memang sangat sulit untuk diperoleh referensinya. Berbagai toko buku dan perpustakaan ternyata sulit mendapatkannya. Lalu secara tidak sengaja mendapatkan buku Wayang Sapuh Leger di Toko Buku Garuda Wisnu Jl Teuku Umar, Denpasar. Setelah saya baca hingga tuntas, lalu ketertarikan ini pun bertambah dan dengan sedikit menghindar dari rasa malu saya mendapatkan nomor handphone-nya dari Tata Usaha ISI Denpasar. Setelah kontak untuk yang pertama kalinya, lalu saya kunjungi ke tempat dimana ia mengajar dan setelah bertemu semakin akrab karena pribadinya sangat menyenangkan.
Untuk selanjutnya diskusi kami semakin intens dan ternyata mengapa buku wayang bali langka jawaban darinya adalah karena orang bali tidak ada kesempatan untuk menulisnya, jika ada itu pun hanya berkembang di seputar akademik berupa jurnal dan tulisan ilmiah. Tunggu sajalah apa yang kuperbuat dengannya nanti...
Tommy Johan Agusta
Denpasar, 11 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar