Selasa, 18 Mei 2010

WAYANG CENK BLONK


I Wayan Nardayana, S.Sn., M.Fil.H., yang lahir di Banjar Batannyuh, Belayu (Kecamatan Marga, Tabanan. Bali) pada tanggal 5 Juli 1965, setelah menamatkan Jurusan Pedalangan di ISI Denpasar melanjutkan ke jenjang Magister di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.
Ditangannya pulalah Wayang Cenk Blonk begitu digemari oleh masyarakat Bali. Selain menggunakan bahasa daerah, Nardayana juga sangat piawai mementaskan wayang dengan bahasa Inggris. Ditambah lagi guyonan dan banyolan yang menyegarkan sehingga penonton tidak beranjak hingga tuntas.

Pergelaran wayang kulit di Bali sebelum ini identik dengan pertunjukan untuk melengkapi upacara keagamaan dan adat. Sebagai tontonan, seni hiburan itu kurang menarik minat masyarakat setempat, terutama kaum muda. Namun, anggapan tersebut tidak lagi sepenuhnya benar, setelah I Wayan Nardayana melakukan terobosan, memadukan unsur tradisi dan kreasi untuk memperkaya pementasan wayang kulit Bali.

Wayang Cenk Blonk, jelas Nardayana, merupakan wayang Ramayana atau wayang Betel, bukan wayang Tantri atau wayang Babad. Cenk Blonk merupakan gabungan kependekan nama dua punakawan –Nang Klenceng dan Nang Keblong yang berwajah, suara dan perilaku lucu. Selain Klenceng dan Keblong, dalam wayang Bali ada punakawan-punakawan lain, yaitu Merdah, Tualen, Sangut dan Delem.

Menurut Nardayana, nama tersebut didapatnya dari para penonton di sebuah desa di Gianyar, waktu ia sedang mengadakan pementasan di sana. Ketika seorang penonton menanyakan apa nama wayang yang sedang dipertunjukkan itu, seorang temannya menjawab, “Wayang Cenk Blonk.” Sebelum Cenk Blonk, nama wayang yang kehadirannya dirintis sejak 1995 tersebut adalah Gita Loka (Nyanyian Alam).

Masih demi tetap eksisnya wayang kulit Bali, ia juga melakukan kaderisasi. “Saya membina dua kader dalang, masing-masing I Gusti Ngurah Kerta Yuda dari Kerambitan yang sekarang menjadi dalang di Chicago (AS) dan Ida Bagus Mantra Manuaba dari desa Tegaljadi Marga,” ucapnya.